News Update :
Home » » SASTRA: Orang Orang Yang Tidak Punya Tempat Di Dunia

SASTRA: Orang Orang Yang Tidak Punya Tempat Di Dunia

Penulis : Unknown on Sabtu, 29 Agustus 2015 | 10.17

Al Ikhlas Kurnia Salam
ORANG ORANG YANG TIDAK PUNYA TEMPAT DI DUNIA
Oleh : Al Ikhlas Kurnia Salam
Satu kali aku pernah mendengar kata-kata indah dari sebuah film. Bunyinya begini: “setiap orang pasti punya tempat di dunia ini. Ia hanya tinggal berjalan untuk mencari tempat yang pas untuk dirinya”
Kata-kata itu berpengaruh besar padaku. Aku yang selama ini kesepian dan penyendiri jadi sedikit termotivasi. Namun, tetap saja ada yang mengganjal. Tetap saja Ada sebongkah keraguan pada kata-kata di film itu.
Bagaimana bila kata-kata itu salah? Bagaimana bila tidak semua manusia mendapat tempat di dunia ini? Bagaimana jika ada manusia-manusia tragis yang ditakdirkan berkelana sendiri dalam dunia ini, tanpa ada tempat yang mau menerimanya? Mungkin seperti kisah tragedy ahasveros yang diungkapkan chairil dalam puisinya?

Ah, aku jadi pesimis lagi. Aku jadi ingat pada kisah hidup wahib, gie, Socrates maupun Galileo. Namun, khusus untuk gie dan wahib, aku sediakan tempat special. Menurutku, Gie dan wahib adalah contoh sempurna dari tragedy ketiadaan tempat di dunia. Gie dan wahib adalah contoh realisasi hidup dari kisah ahasveros.
Lihat saja, betapapun kerasnya gie dan wahib bersosialisasi dengan keluarga, masyarakat dan teman-teman dekat, baik laki maupun perempuan, tetap saja kedua orang itu kesepian. Tetap saja tidak ada satupun yang mengerti pada hasrat dan keinginan kedua orang ini. Akhirnya, gunung, buku bacaan dan setumpuk aktivitas menjadi pelarian kedua orang ini.

Betapa tragisnya hidup tidak ada tempat. Tidak diterima di keluarga, tidak merasa nyaman dengan pandangan masyarakat, dan dijauhi oleh teman-teman dekat. Hingga akhir hayat hanya kesepian dan perenunganlah yang hadir dan menjumpai. Betapa na’asnya. Oh…
Lalu, apakah aku juga tidak punya tempat di dunia ini? Dan aku berusaha menyamakan diri dengan mereka? Ah, tidak. Aku tidak seperti mereka. Aku belum sehebat mereka. Aku hanya ingin berkata, aku mengerti rasa sakit yang gie alami. Aku mengerti mengapa wahib gelisah dan pemurung. Aku tahu kenpa Socrates memilih jadi filsuf. Dan itulah maksud tulisan ini.

Aku belum yakin pada takdir hidupku. Aku belum mau mati. Jatungku masih harus berdetak. Nafasku masih harus memburu. Dan Aku masih ingin mencari tahu, apakah apu punya tempat di dunia ini? Aku masih ingin mencari jawaban atas semua kekecewaan dan rasa sakit yang aku alami? 
Jika memang rasa sakit kekecewaan itu berujung pada ketidaan tempat nantinya, aku sudah rela. Aku sudah puas. Aku telah mencari tahu dengan seluruh kemampuanku. Aku bisa berucap pada Tuhan.

Ya Allah, terima kasih telah memberiku kesempatan hidup. Terima kasih telah memberiku kesempatan untuk mencari tahu dan membuktikan diri. Terima Kasih.
Berbagi Artikel ini: :

Posting Komentar

 
Gemah Ripah | Loh Jinawi | Toto | Tentrem | Kerto Raharjo | Sukoharjo | MAKMUR
Terima Kasih Atas kunjungan'nya di. TEROPONG PABELAN . salam dari anak pabelan.
Desa Pabelan | Kecamatan Kartasura | Kabupaten Sukoharjo